Yogyakarta, Sayangi.com – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan telah menyerahkan nama-nama terduga pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke Bareskrim Polri untuk segera ditangkap.
“Nama-nama dan target-nya sudah kita berikan kepada Bareskrim Polri untuk segera dieksekusi, ditangkap pelakunya,” ujar Mahfud di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Kamis.
Mahfud mengaku telah merancang terapi kejut atau “shock therapy” terhadap sindikat TPPO dengan menangkap terduga pelaku maupun penyalur di daerah yang tidak ia sebutkan namanya.
“Mungkin hari ini atau besok, atau minggu depan itu sudah kami lakukan,” ucap dia.
Setelah polisi menuntaskan penangkapan, lanjut Mahfud, pihaknya akan terjun ke daerah-daerah dengan menyasar sejumlah instansi yang diduga memiliki andil terkait tindak pidana itu.
“Ditangkap pelakunya dulu baru sesudah itu kami akan ke daerah-daerah. Di pemerintahan, Kemendagri, Kemenkumham, itu yang urusan paspor. Kemudian macam-macam izin di kepolisian, kepariwisataan, dan sebagainya itu semua punya andil,” tutur dia.
Mahfud menuturkan TPPO adalah tindak pidana yang sangat keji karena memperjualbelikan orang laik-nya budak.
Menurut dia, sindikat TPPO umumnya menjanjikan kepada korban untuk bekerja ke luar negeri dengan iming-iming gaji yang besar.
“Begitu (korban) mau tanda tangan berbagai surat dia enggak baca lalu diberi paspor kirim ke luar negeri lalu jadi budak tidak digaji, ada yang bekerja di kapal-kapal sampai mati, ada yang dibuang ke laut, ada yang kapalnya dikejar-kejar oleh aparat dan sebagainya,” ungkap Mahfud.
Karena korbannya cukup banyak, menurut Mahfud, pemerintah menyatakan perang terhadap TPPO.
“Sesudah TPPU (tindak pidana pencucian uang) maka peperangan yang harus juga dilakukan adalah juga terhadap kejahatan TPPO,” tegas Mahfud MD.
Kasus penyaluran 20 orang warga negara Indonesia sebagai pekerja migran ilegal di Myanmar adalah salah satu dari banyak kasus TPPO di Tanah Air.
“Yang sekarang agak bermasalah itu adalah yang di Myanmar, karena mereka terjebak dalam satu situasi konflik sehingga kita sulit masuk dan menentukan satu per satu secara diplomatik, secara hubungan antarnegara. Nah, yang di negara-negara lain sejauh bisa dilacak ya kita jemput kita pulangkan,” ujar dia.