Jakarta, Sayangi.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Hakim Agung Gazalba Saleh (GS) yang sebelumnya sebagai tersangka dalam pengembangan kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
“Untuk kepentingan penyidikan, tersangka GS dilakukan penahanan oleh tim penyidik selama 20 hari pertama, dimulai 8 Desember 2022 hingga 27 Desember 2022 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis.
Sebelumnya, KPK pada hari Kamis memanggil GS untuk diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka kasus tersebut.
Selain Gazalba, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Prasetio Nugroho (PN) selaku Hakim Yustisial/Penitera Pengganti pada Kamar Pidana dan asisten Gazalba serta Redhy Novarisza (RN) selaku staf Gazalba. Ketiganya merupakan pihak penerima dalam kasus itu.
Untuk tersangka PN dan RN, KPK telah menahan keduanya selama 20 hari ke depan sejak 28 November sampai dengan 17 Desember 2022.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan 10 tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA tersebut. Tersangka sebagai penerima ialah Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (SD), Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH) serta dua PNS MA, yakni Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Sementara itu, tersangka selaku pemberi suap adalah Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) sebagai pengacara serta dua pihak swasta/debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Adapun konstruksi perkara yang menjerat GS dan kawan-kawan, KPK mengungkapkan bermula di awal tahun 2022 perihal adanya perselisihan di internal koperasi simpan pinjam Intidana (ID). Kemudian, terjadi pelaporan perkara pidana dan gugatan perdata yang berlanjut hingga proses persidangan di Pengadilan Negeri Semarang.
Lalu, YP dan ES ditunjuk oleh HT sebagai pengacara untuk mendampingi selama dua proses hukum tersebut berlangsung.
Terkait dengan perkara pidana, HT melaporkan Budiman Gandi Suparman selaku pengurus KSP ID karena adanya pemalsuan akta dan putusan di tingkat pertama pada Pengadilan Negeri Semarang dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan bebas.
Adapun langkah hukum selanjutnya, yaitu jaksa mengajukan upaya hukum kasasi ke MA. HT kemudian menugaskan YP dan ES untuk turut mengawal proses kasasi di MA agar pengajuan kasasi dikabulkan.
Karena YP dan ES telah mengenal baik dan biasa bekerja sama dengan DY sebagai salah satu staf di Kepaniteraan MA, pengondisian putusan melalui jalur DY dengan adanya kesepakatan pemberian uang sejumlah sekitar 202.000 dolar Singapura (setara dengan Rp2,2 miliar).
Untuk pengondisian putusan, DY turut mengajak NA yang juga staf di Kepaniteraan MA. Selanjutnya, NA mengomunikasikan lagi dengan RN selaku staf Hakim Agung GS dan PN selaku asisten Hakim Agung GS sekaligus sebagai orang kepercayaan dari GS.
Salah satu anggota majelis hakim yang ditunjuk untuk memutus perkara terdakwa Budiman Gandi Suparman saat itu adalah GS.
Keinginan HT, YP, dan ES terkait dengan pengondisian putusan kasasi terpenuhi dengan diputusnya terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan terbukti bersalah dan dipidana penjara selama 5 tahun.
KPK menduga dalam pengondisian putusan kasasi tersebut sebelumnya juga telah ada pemberian uang pengurusan perkara melalui DY, kemudian uang tersebut dibagi kepada DY, NA, RN, PN, dan GS.
Sementara itu, sumber uang yang digunakan YP dan ES selama pengondisian putusan di MA berasal dari HT.
Berikutnya, sebagai realisasi janji pemberian uang, YP dan ES juga menyerahkan uang pengurusan perkara di MA tersebut secara tunai sejumlah sekitar 202.000 dolar Singapura melalui DY.
Mengenai rencana distribusi pembagian uang 202.000 dolar Singapura dari DY ke NA, RN, PN, dan GS masih terus dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik KPK. (An)