Jakarta, Sayangi.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan empat tantangan utama bagi perekonomian Indonesia dan global.
Tantangan pertama, yaitu adanya tensi geopolitik global yang menyebabkan perubahan signifikan terhadap kebijakan ekonomi negara-negara besar, termasuk Indonesia.
“Negara besar cenderung menjadi inward looking, proteksionis, akibatnya dunia akan terfragmentasi, tren globalisasi berubah menjadi deglobalisasi,” kata Sri Mulyani ungkap Sri Mulyani saat menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) RAPBN 2024 di Jakarta, Jumat.
Sri Mulyani menjelaskan fenomena geopolitik tersebut dimulai saat AS memberlakukan kebijakan reshoring atau pengembalian sektor manufaktur ke dalam wilayah negara sendiri. Kebijakan tersebut memicu ketegangan antara AS dan China sebagai negara dengan perekonomian terbesar pertama dan kedua di dunia
Selain itu, konflik Ukraina – Rusia juga semakin mempertajam polarisasi kerja sama ekonomi negara-negara lain, serta dedolarisasi yang mampu berdampak besar bagi perekonomian dunia.
Tantangan kedua, yakni cepatnya perkembangan teknologi digital yang menghadirkan tantangan baru seperti labour saving atau penghematan tenaga kerja secara masif, serta permasalahan keamanan privasi dan siber.
Kemudian tantangan yang ketiga, yaitu perubahan iklim (climate change) yang saat ini tengah menjadi ancaman nyata bagi manusia dan perekonomian. Cuaca ekstrim yang terjadi terkait perubahan iklim menimbulkan kerugian berupa korban jiwa, aset, serta menurunnya aktivitas produksi.
“Respon kebijakan mitigasi dan adaptasi negara maju juga menimbulkan dampak luar biasa. AS mengeluarkan Inflation Reduction Act (IRA), Eropa menerapkan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM), hal ini menjadi hambatan nontarif yang sangat nyata bagi perdagangan internasional dan investasi dari maupun ke AS serta Eropa. Ini menjadi tantangan bagi Indonesia untuk terus bisa menjaga kinerja eksternalnya,” ujar Sri Mulyani.
Tantangan keempat, Indonesia harus mempersiapkan kemungkinan terburuk apabila terdapat pandemi lain. Ia menjelaskan bahwa COVID-19 bukan menjadi satu-satunya pandemi di dunia, oleh karena Indonesia harus selalu bersiap menghadapi goncangan ekonomi pandemi termasuk meredam scarring effect yang ditimbulkan.
“Selain empat tantangan tersebut perekonomian 2023-2024 masih dihadapkan tekanan berat, laju inflasi global yang belum kembali ke level normal rendah menyebabkan suku bunga acuan global cenderung tertahan di tingkat tinggi,” ungkap Sri Mulyani.
Oleh karena itu, konsekuensi likuiditas global akan ketat, cost of fund menjadi tinggi, ruang kebijakan di banyak negara semakin terbatas serta gejolak perbankan di AS dan Eropa menambah resiko ketidakpastian.